Penilaian terhadap kelayakan dan kinerja yang dilakukan secara terus menerus dalam rangka melakukan secara berkesinambungan perbaikan dan peningkatan mutu sekolah tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan manajemen, khususnya manajemen mutu sekolah. Dalam manajemen mutu ini semua fungsi manajemen yang dijalankan oleh manajer pendidikan di sekolah diarahkan untuk memberi kepuasan kepada pelanggannya, baik pelanggan internal yaitu guru dan tenaga kependidikan serta tenaga administratif, pelanggan eksternal yang rimer yaitu siswa, yang sekunder yaitu pemerintah, orang tua atau masyarakat yang membiayai pendidikan, dan pelanggan tersier yaitu lembaga atau para pemakai lulusan. Semua ini dilaksanakan agar penyelenggara pendidikan dapat memberi jaminan kepada para pelanggannnya bahwa pendidikan yang diselenggarakannya adalah pendidikan bermutu..
Konsep Mutu dan Penjaminan MutuPengertian mutu atau quality dapat ditinjau dari dua perspektif konsep. Konsep pertama tentang mutu bersifat absolut atau mutlak dan konsep kedua adalah konsep yang bersifat relatif (Sallis, 1993).
Dalam konsep absolut mutu menunjukan kepada sifat yang menggambarkan derajat baiknya suatu barang atau jasa yang diproduksi atau dipasok oleh suatu lembaga tertentu. Sebagai lawan dari konsep absolut adalah konsep mutu yang bersifat relatif. Pada konsep mutu absolut derajat baiknya produk, barang atau jasa, mencerminkan tingginya harga barang atau jasa itu, dan tingginya standar atau tingginya penilaian lembaga yang memproduksi atau pemasok terhadap barang itu. Sedangkan dalam konsep mutu yang bersifat relatif, derajat mutu itu bergantung pada penilaian pelanggan atau yang memanfaatkan barang atau jasa itu. Pandangan tentang mutu yang bersifat absolut ini membawa implikasi bahwa dalam memproduksi barang atau jasa digunakan kriteria untuk menilai mutu dan kriteria itu ditentukan oleh produsen atau pemasok barang. Atas dasar kriteria itu produsen menentukan mutu barang atau jasa yang diproduksinya. Oleh karena itu, dalam manajemen produksi, agar dihasilkan produk yang bermutu di lembaga yang bersangkutan biasanya ada yang menjalankan fungsi pengendalian mutu (quality control), yakni suatu divisi, bidang atau staf yang bertugas melakukan penilaian (judgment) berdasarkan kriteria tertentu terhadap barang yang diproduksi sebelum dilempar ke pasar, apakah termasuk katagori tidak bermutu, atau bermutu tinggi (Tjiptono dan Diana, 1996). Dalam manajemen produksi, melakukan pengendalian mutu setelah suatu barang diproduksi seringkali menimbulkan kerugian. Kerugian itu mungkin disebabkan oleh adanya sejumlah hasil produksi yang gagal (tidak bermutu). Oleh karena itu, gerakan mutu memikirkan tentang proses produksi yang bisa menjamin barang yang diproduksi itu memenuhi kriteria yang ditetapkan. Konsep tentang mutu yang bersifat absolut dewasa ini telah berubah. Perubahan itu dapat diidentifikasi dari orientasinya, yakni yang semula berorientasi pada produsen bergeser pada pelanggan.
Mutu suatu produk bukan semata-mata ditentukan oleh produsen melainkan juga ditentukan oleh pelanggan Keterlibatan pelanggan dalam menentukan mutu suatu produk, baik barang maupun jasa adalah dengan cara produsen mempertimbangkan harapan dan kebutuhan pelanggan terhadap produk-produk yang dihasilkan, apakah memuaskan atau memenuhi kebutuhan mereka (Rinehart, 1993). Mutu suatu produk adalah paduan sifat-sifat produk yang menyamai atau melebihi kebutuhan dan harapan pelanggannya, baik yang tersirat maupun yang tersurat (Tjiptono dan Diana, 1996; dan Sallis, 1993). Secara lebih rinci Tenner dan De Toro (1992) mendefinisikan mutu sebagai berikut : Quality: A basic business strategy that provides and services that completely satisfy both internal and external customers by meeting their explicit expectation (halaman 31). Berdasarkan konsep ini dalam memproduksi barang atau jasa produsen membuat standar atau kriteria baku yang didasarkan atas hasil pengkajian terhadap harapan-harapan pelanggan terhadap keadaan atau kondisi produk, baik barang maupun jasa, yang dihasilkan. Implikasi dari penggunaan konsep ini pada praktek manajemen adalah, bahwa dalam rangka memproduksi barang atau jasa, pertimbangan, aspirasi, dan keinginan pelanggan harus diperhitungkan dan menjadi fokus perhatian. Selain itu, semua faktor yang terkait dengan proses produksi harus dikelola sedemikian rupa sehingga menjamin produk yang dihasilkan memenuhi bahkan melebihi keinginan dan harapan pelanggan.
Atas dasar ini, dalam manajemen produksi ada suatu mekanisme penjaminan agar produk yang dihasilkan bermutu dengan sekecil mungkin kegagalan. Penjaminan ini berkaitan dengan proses, sumber daya manusia dan material termasuk alat yang digunakan, yang dikenal dengan penjaminan mutu (quality assurance). Penjaminan mutu ini tidak hanya dilaksanakan pada saat barang itu selesai diproduksi, tetapi mulai dari bahan (masukan mentah), proses dan alat yang digunakan, sampai kepada produk yang dihasilkan. Penerapan pendekatan manajemen mutu itu tidak lagi memerlukan pengendalian mutu setelah produk dihasilkan, melainkan semua sumber daya dan fakor yang terkait dengan proses produksi dikelola agar terjamin dihasilkannya produk yang bermutu. Sistem manajemen mutu semacam ini dikenal dengan penjaminan mutu. Tujuan utama dari sistem manajemen mutu ini adalah untuk mencegah atau memperkecil terjadinya kesalahan dalam proses produksi dengan cara mengusahakan agar setiap langkah yang dilaksanakan selama proses produksi diawasi sejak permulaan proses produksi itu. Apabila terjadi kesalahan dalam proses produksi itu segera dilakukan perbaikan sehingga terjadinya kerugian yang lebih besar bisa dihindari. Penerapan manajemen mutu seperti ini memiliki nilai keunggulan, yaitu adanya standar kerja dan produk yang ditetapkan terlebih dahulu serta adanya upaya untuk mengawasi produksi secara ketat. Meskipun dalam jangka pendek untuk memulai penerapan sistem manajemen mutu seperti ini relatif mahal, karena harus tersedia berbagai sumberdaya khusunya sumber daya manusia yang andal, namun dalam jangka panjang sistem ini sangat menguntungkan, karena dapat dicegahnya pemborosan yang diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan dalam proses produksi.
Dengan demikian produk yang dihasilkan terjamin mutunya, dalam arti bisa memenuhi atau bahkan melebihi harapan pelanggan. Dalam perspektif manajemen mutu, mengendalikan mutu suatu produk setelah dihasilkan bisa menghadapi resiko terjadinya sejumlah produk yang tidak sesuai dengan standar yang diharapkan. Hal ini berarti bahwa proses produksi lebih mahal. Dalam bidang pendidikan logika inipun dapat diterapkan. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya pengelolaan mutu dalam bentuk jaminan atau assurance, bahwa semua aspek yang terkait dengan layanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah mencapai standar mutu tertentu sehingga keluaran yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Konsep yang terkait dengan hal ini dalam manajemen mutu dikenal dengan Quality Assurance (QA) atau Penjaminan Mutu. Pada penjaminan mutu terdapat langkah-langkah yang satu sama lainnya saling berkaitan. Proses penjaminan mutu terdiri atas tujuh langkah yaitu penetapan standar, pengujian/audit mengenai sistem pendidikan yang sedang berlangsung, penyimpulan tentang ada tidaknya kesenjangan antara sistem yang ada dengan standar yang ditetapkan. Bila terdapat kesenjangan maka akan ditempuh langkah identifikasi kebutuhan dalam upaya untuk memenuhi standar yang ditetapkan, dilanjutkan dengan penegmbangan sistem perbaikan dan memadukan perbaikan dengan sistem yang berlangsung. Namun bila tidak terdapat kesenjangan akan ditempuh pengkajian ulang kesesuaian standar dengan sistem secara berkelanjutan. Selain itu, dalam upaya memberi kepuasan itu diperlukan suatu patokan atau standar tertentu sebagai pagu, dan pelayanan yang diberikan seharusnya sesuai atau melebihi pagu itu. Dengan demikian, semua fungsi manajemen diarahkan agar semaksimal mungkin semua layanan yang diberikan sesuai atau melebihi harapan pelanggan yang tercermin dari standar itu.
http://www.lpmpjabar.go.id/index.php/artikel/40-penjaminan-mutu-pendidikan
0 komentar:
Post a Comment