PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNTUK MENINGKATKAN FUNGSI DAKWAH DAN PENDIDIKAN DI PESANTREN

Oleh Budi Murtiyasa
Universitas Muhammadiyah Surakarta
e-mail : bdmurtiyasa@yahoo.com
Abstrak
Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi telah mendorong terjadinya banyak
perubahan, termasuk dalam bidang pendidikan yang melahirkan konsep e-learning.
Dengan e-learning, pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Teknologi informasi
dan Komunikasi juga sangat memungkinkan dimanfaatkan di pesantren sehingga
menghasilkan konsep e-pesantren. E-pesantren memberikan para santri, ustadz, dan
pengelola pesantren untuk mengambil banyak manfaat, di antaranya fleksibilitas
program pendidikan, dakwah syiar islam, dan bahan kajian yang dapat dibuat lebih
menarik dan berkesan. Integrasi teknologi informasi dan komunikasi pada pendidikan di
pesantren meningkatkan kualitas pendidikan di pesantren dan kemudahan dakwah.
Dampak ikutan dengan integrasi teknologi informasi dan komunikasi pada pendidikan
adalah mendorong percepatan computer literacy pada masyarakat Indonesia.
Kata Kunci : e-pesantren, e-learning.
A. Pendahuluan
Kemajauan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mendorong manusia
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pada setiap kegiatannya. Bidang-bidang
seperti e-commerce, e-banking, e-government misalnya, telah banyak memanfaatkan
kemajuan TIK dalam aktivitasnya. Memasuki abad XXI ini, banyak institusi pendidikan,
khususnya di luar negeri, berusaha meningkatkan kualitas pembelajarannya dengan
memanfaatkan kemajuan TIK melalui program e-learning. Bahkan di Malaysia, program
e-learning ini mendapat dukungan penuh dari pemerintahnya melalui program Agenda
Information Technology National yang dilancarkan oleh National Information
Technology Council (NITC). Untuk membawa Malaysia siap bersaing di era global abad
XXI ini, NITC melancarkan lima agenda, yaitu bidang e-community, e-public services, elearning,
e-economy, dan e-sovereignity (Koran, 2003). Sedangkan di Singapura, yang
1 Makalah disampaikan pada Diksusi Ahli “Pemanfaatan TIK di Pesantren” tanggal 3 April 2008 di
Pondok Pesantren Tremas Pacitan, diselenggarakan oleh Depkominfo, Jakarta.
2
mempunyai basis TIK lebih baik telah melangkah lebih maju menuju era e-government
dengan visinya to be a leading e-Government to better serve the nation in the digital
economy (Djunaedi, 2003).
Walaupun infrastruktur TIK di Indonesia masih kalah dari beberapa Negara di
luar negeri, sebaiknya para insan yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan,
termasuk para tenaga pengajar/ustadz dan pengelola pesantren, harus mulai berpikir dan
bertindak untuk memajukan dan meningkatkan fungsi dakwah dan pendidikan dengan
memanfaatkan kemajuan TIK. Jika tidak segera bertindak, dimungkinkan pesantren di
Indonesia dan komunitas di dalamnya, menjadi komunitas yang gagap teknologi dan
lekat menyandang julukan tradisional. Berdasarkan hal tersebut, dalam paper ini akan
dibahas secara umum tentang TIK dan Pembelajaran, pemanfaatan TIK di Pesantren, dan
persiapan-persiapan yang perlu dilakukan pesantren dalam pemanfaatan TIK tersebut.
B. TIK dan Pembelajaran
Kekuatan TIK (power of ICT) telah mendorong para insan pendidikan untuk
memanfaatkannya dalam bidang pendidikan. Kekuatan TIK telah mendorong terjadinya
perubahan dalam kurikulum, yang meliputi perubahan tujuan dan isi, aktivitas belajar,
latihan dan penilaian, hasil akhir belajar, serta nilai tambah yang positip (Yuk, 2006).
Oleh karena itu, saat ini muncul istilah-istilah seperti e-teacher, e-test, e-library, eassignment,
e-education, virtual school, virtual university, e-learning, dan sebagainya. elearning
adalah pembelajaran yang menggunakan TIK untuk mentransformasikan proses
pembelajaran antara pendidik dan peserta didik. Tujuan utama penggunaan teknologi ini
adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas
pembelajaran. TIK yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam elearning
ini dapat berupa komputer, LAN (local area network), WAN (wide area
network), internet, intranet, satelit, TV, CD ROM, dan sebagainya. Bahan pembelajaran
yang bercirikan multimedia, mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio, video. Hal
ini merupakan kelebihan yang dimiliki media berbasis komputer. Di samping itu, suatu elearning
juga harus mempunyai kemudahan bantuan profesional isi pelajaran secara on
line.
3
Dari uraian tersebut jelas bahwa e-learning menggunakan TIK sebagai alat;
dengan tujuan meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan
kenyamanan belajar; dengan obyeknya adalah layanan pembelajaran yang lebih baik,
menarik, interaktif, dan atraktif. Hasil akhir yang diharapkan adalah peningkatan prestasi
dan kecakapan akademik peserta didik serta pengurangan biaya, waktu, dan tenaga untuk
proses pembelajaran.
E-learning termasuk model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dengan elearning,
siswa dituntut mandiri dan bertanggung jawab terhadap proses
pembelajarannya, sebab ia dapat belajar di mana saja, kapan saja, yang penting tersedia
alatnya. E-learning menuntut keaktifan siswa. Melalui e-learning, siswa dapat mencari
dan mengambil informasi/materi pembelajaran berdasarkan silabus/kriteria yang telah
ditetapkan guru / pengelola pendidikan. Siswa akan memiliki kekayaan informasi, sebab
ia dapat mengakses informasi dari mana saja yang berhubungan dengan materi
pembelajarannya. Siswa juga dapat berdiskusi secara on line dengan pakar-pakar pada
bidangnya, misalnya melalui e-mail atau chatting. Dengan demikian jelas bahwa
keaktifan siswa dalam e-learning sangat menentukan hasil belajar yang mereka peroleh.
Semakin ia aktif, semakin banyak pengetahuan atau kecakapan yang akan diperoleh.
Tabel 1 menunjukkan trend baru model pembelajaran dengan memanfaatkan kemajuan
TIK yang akan segera bergeser dari model e-learning ke model mobile learning (mlearning).
Tabel 1. Trend Belajar
Generasi ke-5 Generasi ke-6
e-learning Model m-learning Model
Web-based course Web-based course
Integrated multimedia Integrated multimedia
Computer mediated communication Mobile/handphone mediated communication
Computer intelligent system Computer intelligent system
E-learning juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat belajar secara
‘bebas’ tanpa merasa ‘tertekan’. Bebas dalam artian ia dapat mencari bahan-bahan atau
materi pembelajaran. Ia juga bebas dari perasaan malu, yang biasanya terjadi pada kelas
tradisional, jika ia merasa lambat, tidak bisa menjawab pertanyaan guru, atau gagal dalam
4
belajarnya. Mereka dapat bebas bertanya dan berdiskusi dengan pakar yang ada di
bidangnya atau melalui program bantuan profesional (help) secara on line yang didesain
pada materi pembelajaran e-learning. Ia juga bebas mengulang-ulang materi
pembelajaran pada topik tertentu sampai ia memperoleh pemahaman yang lebih baik.
Sementara itu, bagi siswa yang ‘cepat’ dalam belajarnya, ia dapat saja mempelajari topik
lain, tanpa harus menunggu siswa yang ‘lambat’ dalam belajarnya. Dengan sistem
semacam ini diharapkan bahwa hasil akhir proses belajar dengan e-learning akan lebih
baik, sebab tuntutan belajar tuntas (mastery learning) dapat dipenuhi. Siswa juga bebas
mengakses bahan pembelajaran e-learning dari mana saja ia suka.
Bahan pembelajaran e-learning yang dirancang dengan baik dan profesional akan
memperhatikan dan menggunakan ciri-ciri multimedia. Artinya, bahan pembelajaran
tersebut di samping memuat teks, juga memuat gambar, grafik, animasi, simulasi, audio,
dan video. Pemilihan warna yang baik dan tepat juga akan meningkatkan penampilan di
layar monitor. Hal ini menjadikan bahan pembelajaran e-learning menjadi lebih menarik,
berkesan, interaktif dan atraktif. Dari keadaan semacam ini memungkinkan siswa selalu
ingat tentang apa yang dipelajari.
E-learning juga dapat didesain untuk dapat menyimpan catatan prestasi siswa
yang sangat bermanfaat bagi proses umpan balik (feed back). Catatan prestasi ini dapat
digunakan untuk pengukuhan (reinforcement). Di samping itu, e-learning juga dapat
didesain untuk memeriksa dan memberi skor secara otomatis terhadap hasil evaluasi
belajar, sehingga unsur-unsur transparansi dan akuntabilitas dipenuhi dalam proses ini.
Berdasarkan hasil evaluasi ini, siswa secara otomatis dapat disarankan untuk melakukan
kegiatan belajar tertentu (Pribadi dan Rosita, 2003).
C. TIK dan Pesantren
Kemajuan TIK telah mendorong orang-orang kreatif untuk merealisasikan dan
memajukan gagasan atau ide secara efektif dan efisien. Pada saat ini beberapa kelompok
anak muda, yang (mungkin) tidak mempunyai pesantren nyata, telah berupaya
membangun pesantren elektronik (e-pesantren), seperti pesantren indigo dan pesantren
virtual. Ide dasar dari pesantren virtual adalah upaya membangun dan
menumbuhkembangkan ide Islam dengan segala wacananya. Lahirnya Pesantren Virtual
5
merupakan jawaban akan perlunya pengembangan sistem pendidikan pesantren di era
digital dan informasi. Pesantren Virtual juga merupakan bukti bahwa sistem pesantren
juga bisa ikut meramaikan era informasi dengan warna dan misi yang tidak berubah dari
pondok pesantren (konvensional) yang ada.
Dalam e-pesantren, seperti pada situs http://pesantrenvirtual.com/, terdapat juga
program-program seperti dalam pesantren konvensional. Menu-menu seperti Konsultasi
Ustadz, Dzikir dan Doa, Hikmah, Konsultasi, Tanya Jawab, Fiqih, dan kajian-kajian
lainnya. Ini menunjukkan bahwa dengan TIK media dakwah atau syiar Islam dari para
ustadz dan santri bisa bertambah. Setiap saat mereka akan berdakwah, tidak akan
menemui masalah karena medianya semakin mudah. Memperhatikan karakteristik epesantren
tersebut, jelas bahwa model ini sangat bermanfaat, baik bagi santri maupun
tenaga pengajar (ustadz), bahkan juga bagi para pengelola pesantren. E-pesantren
memungkinkan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh semakin mudah dan terbuka.
Bagi santri jelas bahwa e-pesantren ini akan melatih dan meningkatkan
kemandirian santri. Di samping itu, juga memberikan kemudahan bagi santri untuk
mengakses materi belajar dari mana pun berada. Oleh karenanya, para santri dapat
menghemat biaya dan waktu untuk tranportasi dari dan ke pondok pesantren. Tetapi yang
jelas, keuntungan yang terpenting adalah bahwa para santri dapat belajar sesuai dengan
kemampuannya tanpa perlu rasa minder atau malu dengan teman-teman lainnya, yang
barang kali lebih cepat dan pandai dalam belajarnya. Berikut ini adalah beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh bagi santri dengan adanya model e-pesantren :
1. Membangun interaksi ketika santri melakukan diskusi secara on line.
2. Mengakomodasi perbedaan santri.
3. Santri dapat mengulang materi belajar yang sulit berkali-kali, sampai pemahaman
diperoleh.
4. Kemudahan akses, kapan saja dan di mana saja.
5. Santri dapat belajar dalam suasana yang ‘bebas tanpa tekanan’, tidak malu untuk
bertanya (secara on line).
6. Mereduksi waktu dan biaya perjalanan.
7. Mendorong santri untuk menelusuri informasi ke situs-situs pada world wide web.
8. Memungkinkan santri memilih target dan materi yang sesuai pada web.
6
9. Mengembangkan kemampuan teknis dalam menggunakan internet.
10. Mendorong santri untuk bertanggung jawab terhadap belajarnya dan membangun
self-knowledge dan self-confidence.
Sedangkan bagi para ustadz, e-pesantren juga memberikan banyak manfaat. Di
antaranya yang terpenting adalah bahwa ia selalu dapat memberikan materi dan masalahmasalah
yang up-to-date untuk dikaji kepada para santrinya. Keuntungan yang lain
adalah :
1. kemudahan akses kapan saja dan di mana saja
2. mereduksi biaya perjalanan dan akomodasi pada program pelatihan.
3. mendorong para ustadz mengakses sumber-sumber kajian yang up-to-date.
4. memungkinkan para ustadz mengkomunikasikan gagasan-gagasannya dalam
cakupan wilayah yang lebih luas.
Bagi pengelola pesantren, e-pesantren juga mempunyai manfaat yang sangat luas,
di antaranya adalah meningkatkan prestise dan akuntabilitas lembaga. E-pesantren
memungkinkan menciptakan sistem distance education dan virtual school/boarding.
Dengan sistem ini jelas bahwa pengelola pesantren tidak lagi perlu direpotkan dengan
pengadaan ruang-ruang belajar dan sarana lainnya seperti dalam pesantren tradisional. Ini
berarti e-pesantren akan menghemat biaya pengadaan prasarana untuk pembelajaran dan
biaya operasional pemeliharaan peralatan dan gedung.
Di sisi lain pesantren (konvensional) dalam sejarahnya selalu menimbulkan
kekaguman dan kebanggaan atas segala perjuangannya sebagai institusi pendidikan.
Pesantren (konvensional) yang pada awalnya hanya menyelenggarakan pendidikan nonformal
(pendidikan Islam), sekarang sudah hampir semuanya juga menyelenggarakan
pendidikan formal. Fenomena ini menunjukkan bahwa pesantren mampu melakukan
adaptasi dan reposisi fungsi pendidikan masyarakat sesuai dengan kemajuan jaman dan
kebutuhan masyarakat.
Pesantren pada hakekatnya adalah komunitas pembelajaran. Suatu komunitas
tentu bukan sekedar kumpulan santri di ruangan kelas. Suatu komunitas akan melahirkan
interaksi, baik formal maupun informal, sehingga menumbuhkan dialog, pertukaran ide
atau pemikiran atas berbagai topik kajian. Interaksi di antara komunitas pesantren
tersebut akan melahirkan pengetahuan baru, melalui pertukaran pemikiran. Di pesantren
7
ada narasumber, yaitu para kyai dan ustadz, dan rujukan yaitu kitab-kitab fiqih, hadist,
kuning, dan sebagainya. Di sana juga terdapat media interaksi formal maupun informal,
seperti misalnya dikenal metode interkasi sorogan (individual) atau bandongan
(kelompok). Di pesantren terdapat leadership dan keteladanan yang diberikan oleh para
kyai dan ustadz, serta ada juga kebebasan dan tanggung jawab yang diberikan dan
dituntut pada santri. Di samping itu, pada pesantren ada kemandirian dari para santrinya
dan tentu juga ada saling ketergantungan.
Memperhatikan hal tersebut seiring dengan kemajuan TIK, karena pesantren juga
merupakan satu komunitas pembelajaran, pesantren dapat memanfaatkan TIK untuk
memperluas cakupan dakwah dan pendidikan masyarakat. Di samping tentu saja dapat
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan formalnya. Hal ini sangat mungkin
dilakukan karena dari sisi sumberdaya manusia jelas sudah lengkap. Dalam arti, ada nara
sumber (kyai dan ustadz), ada santri yang biasa mandiri, ada media interaksi, ada sarana
dan prasarana pendidikan, dan manajemen pesantren. Karena di dunia nyata pesantren
secara umum sudah berjalan dengan baik dan teratur, oleh karena itu sangat mungkin
membawa pesantren nyata ke pesantren maya atau pesantren elektronik.
D. Persiapan Pemanfaatan TIK di Pesantren
Memperhatikan uraian tersebut di atas, dalam upaya untuk memperluas pesantren
(nyata) menuju pesantren maya atau e-pesantren yang perlu dipenuhi adalah (1)
infrastruktur, (2) sumberdaya manusia, dan (3) bahan pembelajaran. Dari sisi
infrastruktur, pemanfaatan TIK di pesantren memerlukan ketersediaan komputer, LCD
proyektor, jaringan komputer, koneksi internet, daftar mata pelajaran dan isinya,
homepage para kyai dan ustadz, dan e-library. Secara umum ketersediaan infrastruktur
TIK di Indonesia memang masih kurang. Penetrasi komputer (PC) di Indonesia hanya
sekitar 4%, bandingkan dengan Malaysia dan Australia yang mencapai sekitar 80%
(Koran Tempo, 18 Februari 2008). Sementara itu menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII), sampai Desember 2007 pelanggan internet di Indonesia
mencapai 2 juta dan pemakai internet mencapai 25 juta orang.
Kondisi tersebut tentu tidak boleh melemahkan semangat kita untuk maju, sebab
ke depan, khususnya dari sisi penyediaan teknologi informasi sebenarnya akan semakin
8
murah. Oleh karena itu sangat dimungkinkan bahwa pesantren pun akan dapat memenuhi
kebutuhan hardware (perangkat keras) di bidang teknologi informasi. Sedangkan dari sisi
teknologi komunikasi (termasuk koneksi internet), di bandingkan negara lain, di
Indonesia memang masih tergolong mahal. Untuk itulah kita sangat berharap adanya
regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah (dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan
Informatika) yang dapat menurunkan biaya atau tarif koneksi internet, sehingga dapat
meningkatkan lebih banyak lagi komputer yang dapat tersambung ke internet.
Keberadaan warnet (warung internet) juga dapat dipandang sebagai dukungan
infrastruktur yang dapat digunakan untuk memulai pelaksanaan e-pesantren. Untuk itulah
sudah saatnya para perencana, pelaksana, dan pengelola pendidikan di pesantren berpikir
dan bertindak melaksanakan e-pesantren di masing-masing lembaganya.
Persiapan sumber daya manusia (ustadz dan santri) untuk dapat memanfaatkan
TIK adalah harus mensyaratkan ‘melek’ komputer. Tuntutan melek komputer (computer
literacy) memang tidak seragam, bergantung peran dan tanggung jawabnya. Literasi
komputer merupakan istilah yang sering digunakan untuk menerangkan pengetahuan
dasar yang perlu diketahui orang awam (bukan “orang komputer”) mengenai komputer.
Konsep literasi komputer lebih berkaitan dengan segi praktis penggunaan komputer,
bukan perancangan dan pengembangan komputer itu sendiri (Sugilar, 2005). Sebagai
istilah dalam pengembangan program pembelajaran, literasi komputer merujuk pada : (1)
pengoperasian program aplikasi, (2) konteks sosial penggunaan komputer, (3)
pemahaman tentang apa komputer dan bagaimana komputer bekerja, (4) sejarah
komputer, dan (5) pengetahuan praktis terhadap paling tidak satu bahasa pemrograman
tingkat tinggi. Literasi komputer juga dapat dipandang dari apa-apa yang telah dikerjakan
seseorang dan keadaan seseorang yang berkaitan dengan komputer, yaitu : (1) lamanya
telah menggunakan komputer, (2) penggunaan paket program komputer, (3) keikutsertaan
dalam kursus komputer, (4) kepemilikan komputer di rumah, (5) keterampilan membuat
program komputer, dan (6) keterlibatan dalam pekerjaan yang menggunakan komputer
untuk penyelesaiannya.
Dalam menyikapi modernisasi hidup dan kehidupan sosial di masa mendatang,
khususnya terkait dengan kemajuan TIK, pesantren harus mampu menyesuaikan derap
langkahnya tanpa meninggalkan paradigma lama yang dianutnya. Pesantren di Indonesia
9
yang mulai memanfaatkan TIK jumlahnya memang masih sedikit. Dari 15 ribu pesantren
yang ada di Indonesia yang menguasai TIK jumlahnya kurang dari 10 persen (Republika,
25 Februari 2008). Walaupun dari sisi jumlah mungkin masih sedikit, tetapi hal ini
menunjukkan bahwa di kalangan pesantren sudah mulai ada kesadaran untuk
memanfaatkan TIK sebagai upaya untuk memperluas dan meningkatkan fungsi dakwah
dan pendidikan.
Untuk meningkatkan jumlah pesantren yang melek TIK dapat dilakukan dengan
inovasi dan pengembangan metode, konsep, acuan, atau juga bisa melalui kerjasama
dengan berbagai pihak terkait. Dalam konteks kemajuan TIK, pesantren dapat
memanfaatkannya sebagai (1) media pembelajaran dan dakwah, (2) pengembangan
profesional para ustadz, dan (3) pengembangan sistem pengelolaan pesantren dan sumber
belajar.
Bagi pesantren yang memiliki komputer, tetapi belum ada koneksi ke internet,
bahan-bahan untuk mengembangkan e-pesantren dapat didownload dan dicopy terlebih
dahulu dari tempat lain, misalnya, dapat di download dari warnet, universitas-universitas
atau sekolah-sekolah yang memiliki fasilitas internet. Selanjutnya, bahan-bahan tersebut
dapat dipakai di pesantren, misalnya, untuk pengayaan informasi atau diskusi kelompok,
dan sebagainya. Alternatif lain untuk pesantren yang memiliki komputer tetapi belum ada
koneksi dengan internet adalah dengan memanfaatkan CD ROM yang memuat materi
pelajaran yang banyak dijual bebas di pasaran.
Memperhatikan uraian tersebut, persyaratan terlaksananya e-pesantren,
setidaknya ada tiga hal utama, yaitu: (1) kegiatan pembelajaran dilakukan melalui
pemanfaatan jaringan komputer, (2) tersedianya dukungan layanan belajar yang dapat
dimanfaatkan oleh santri, misalnya CD-ROM dan/atau bahan cetak, dan (3) tersedianya
dukungan layanan tutor, termasuk dari para kyai dan ustadz, yang dapat membantu para
santri apabila mengalami kesulitan. Pemanfaatan TIK di pesantren memang dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas, baik dalam proses pembelajaran maupun dalam
pengelolaan. Walaupun demikian peran para kyai dan ustadz belum sepenuhnya dapat
digantikan oleh teknologi. Ini berarti dalam implementasinya e-pesantren berperan
sebagai suplemen. Salah satu yang jelas tidak bisa diganti oleh TIK adalah keteladanan
para kyai dan ustadz. Di sisi lain pada e-pesantren, para ustadz dituntut seolah-olah
10
berperan seperti penulis skenario dan sutradara pada suatu permainan drama. Ia harus
menyusun “plot-plot cerita” yang merupakan urutan tampilan materi pembelajaran atau
kajian, sekaligus menentukan apa yang harus keluar atau tampil pada tiap-tiap plot cerita
tersebut.
Memperhatikan beragamnya kondisi pesantren di Indonesia saat ini (ada yang
sudah modern ada yang belum), tentu tingkat ketersediaan infrastruktur dan sumberdaya
manusia juga berbeda. Oleh karena itu, tahapan pengembangan TIK di pesantren dapat
dikelompokkan dalam fase emerging, applying, infusing, dan transforming (Majumdar,
2005). Emerging adalah tahap di mana semua insan pendidikan menjadi memiliki
perhatian terhadap TIK. Hal ini ditandai dengan kebutuhan akan dukungan terhadap
peningkatan performa kerja. Applying adalah tahapan di mana para insan pendidikan
mulai belajar menggunakan TIK. Pada tahapan ini kebutuhan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran tradisional dengan TIK mulai dirasakan sebagai suatu kebutuhan.
Infusing adalah tahap di mana para insan pendidikan mulai mengetahui bagaimana dan
kapan menggunakan TIK. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan menyediakan fasilitas
belajar berbasis TIK bagi para peserta didik Akhirnya tahap transforming adalah secara
spesifik dapat menggunakan TIK untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas
pembelajaran dan pengelolaan pendidikan.
Penggunaan TIK di pesantren akan mempunyai dampak ikutan yang luas. Jika
seorang ustadz memanfaatkan TIK dalam pembelajarannya, hal ini akan berdampak
bahwa mau tidak mau para santri juga harus dapat menggunakan TIK. Jika santri tersebut
adalah calon ustadz, maka ia akan dapat menggunakan TIK untuk pembelajaran pada
para santrinya. Hal ini selanjutnya akan merangsang para santri belajar dan menggunakan
TIK. Dengan demikian cepat atau lambat, masyarakat Indonesia menjadi computer
literacy. Oleh karena itu, pesantren yang akan menghasilkan calon-calon ustadz sudah
seharusnya memberikan ketrampilan TIK untuk pembelajaran bagi para santrinya.
E. Penutup
Kekuatan TIK telah mendorong terjadinya perubahan dalam pembelajaran.
Lembaga-lembaga di luar pesantren, baik secara sendiri-sendiri atau dengan dukungan
kerjasama/pemerintah telah berusaha memajukan proses pembelajarannya dengan
11
memanfaatkan TIK. Ini berarti bahwa konsep virtual college segera mereka masuki.
Dengan demikian mereka dapat menjangkau sasaran tanpa batas-batas kewilayahan. Ini
menyebabkan pendidikan akan tampak semakin murah dan menarik.
Pemanfaatan TIK pada pembelajaran memberikan banyak keuntungan, baik bagi
santri, ustadz, maupun pengelola pesantren. Pemanfaatan TIK dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran dan pengelolaan pesantren. Di samping itu,
dengan TIK akan memperluas dan meningkatkan dakwah syiar islam dan pendidikan
masyarakat.
Walaupun infrastruktur untuk menyelenggarakan e-pesantren belum memadai,
sudah sewajarnya konsep e-pesantren diperkenalkan kepada para santri. Hal ini dilakukan
supaya para santri tidak ketinggalan dalam derasnya arus perkembangan TIK yang sangat
cepat. Tidak bijaksana jika menunggu sampai infrastruktur untuk penerapan e-pesantren
memadai. Jika pilihan ini yang ditempuh, dunia pesantren akan tertinggal jauh di
belakang dibandingkan dengan lembaga pendidikan lain.
F. Daftar Pustaka
Djunaedi, A., 2003, “Beberapa Pemikiran Penerapan E-Government dalam Pemerintahan
Daerah di Indonesia” makalah dalam Seminar Nasional E-government di FMIPA
UGM Yogyakarta tanggal 30 Oktober 2003.
Koran, J.K.C., 2003, Aplikasi E-Learning dalam Pengajaran dan Pembelajaran di
Sekolah-sekolah Malaysia : Cadangan Pelaksanaan pada Senario Masa Kini.
Koran Tempo, 18 Januari 2008.
Majumdar, S. (ed), 2005, Regional Guidelines for Teacher Development for Pedagogy
Technology Integeration, Bangkok : UNESCO.
Pribadi, P.A., dan Rosita, T., 2003, Prospek Komputer sebagai Media Pembelajaran
Interaktif dalam Sistem Pendidikan Jarak Jauh di Indonesia. On line :
http://202.159.18.43/jsi/82benny.htm tanggal 10 Februari 2003.
Republika, 25 Februari 2008
Sugilar, 2005, Hubungan Literasi Komputer Dengan Sikap Terhadap Pembelajaran
Berbantuan Komputer, 2005, On line : http: //www1.bpkpenabur.or.id/jelajah/02
/sosial.htm tanggal 20 Februari 2005.
Yuk, V., 2006, “ICT in Instruction (e-learning) & The Power of ICT “ paper in Training
Programme ICT for Quality Improvement of Graduate Study” organized by
SEAMOLEC, ITB, DGHE MONE, Bandung, 23 – 27 June.


http://risetnpublikasi.files.wordpress.com/2008/10/ictinpesantren3april08.pdf

0 komentar:

Post a Comment

T U G A S

English French German Spain Italian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

About Me

My photo
Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Followers

TAK GENDONG

LIVE MUSIC