(Tantangan Pendidikan di Era Informasi)1
Uwes A. Chaeruman2
(http://fakultasluarkampus.net)
“Dalam era global saat ini, adalah pendidikan, bukan lokasi
apalagi keturunan, yang menentukan standar/kualitas hidup”
-Albert Hoser, CEO of Siemens- http://www.wtvi.com/teks/tia
“Teknologi hanyalah alat. Sarana untuk mencapai tujuan.
Bukan tujuan itu sendiri”
”http://www.wtvi.com/teks/integrate/tcea2001/powerpointoutlin
e.pdf
PENDAHULUAN
Dewasa ini, kita hidup dalam era teknologi komunikasi dan informasi instan.
(Dryden & Voss, 1999). Perkembangan teknologi informasi telah mengubah
berbagai aspek kehidupan manusia, tak terkecuali dalam pendidikan. Dalam era
informasi dewasa ini, kita mengenal istilah ebanking
untuk penerapan ICT
dalam perbankan, ecommerce
untuk penerapan ICT dalam perdagangan, , dan
lainlain.
Termasuk kita mengenal pula istilah elearning
sebagai bentuk
penerapan ICT dalam pembelajaran.
Tantangan pendidikan abad 21 adalah membangun masyarakat berpengetahuan
(knowledgebased
society). Untuk membangun hal tersebut, elearning
memainkan peranan yang sangat penting. Seperti apa penerapan elearning
di
sekolah saat ini? Bagaimanakah elearning
sebaiknya diterapkan dalam
pendidikan (di sekolah/kampus)? Dua fokus permasalahan inilah yang ingin
penulis kaji dan bagi dalam makalah ini.
Sebelum membahas lebih jauh, penulis ingin menegaskan disini bahwa yang
dimaksud dengan elearning
adalah pembelajaran yang memanfaatkan atau
menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. Elearning
itu sendiri
adalah suatu terminologi yang memiliki spektrum yang luas dan para ahli
mendefinisikannya secara bervariasi, bahkan istilah elearning
dengan online
1 Makalah yang disampaikan dalam Seminar Pendidikan, STKIP, Serang, Banten 29 Desember
2008.
2 Dosen Luar Biasa, Prog. Studi Teknologi Pendidikan UNJ. Dosen Program Pascasarjana Prodi
Teknoogi Pendidikan Universitas Islam Assyafi’iyah Jakarta. Staf Bidang Teknologi Informasi,
Pusat Teknologi Infromasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom), Depdiknas
learning juga sering dtumpang tindihkan. Oleh karena itu, dalam konteks
makalah ini, penulis menggunakan pengertian sendiri yang bersifat lebih umum
seperti disebutkan di atas. Kedua, penulis ingin memfokuskan bahasan pada
penerapan eLearning
oleh guru di sekolah. Banyak variabel yang
mempengaruhi penerapan eLearning,
salah satunya adalah guru.
KISAH NYATA
Seperti apa penerapan elearning
di sekolah/kampus yang terjadi saat ini? Mari
kita awali dengan melihat sekilas tentang beberapa “true stories” berikut ini:
Kisah #1:
Lima orang dosen, seperti biasa memberikan perkuliahan tatap muka
sesuai jadwal mingguan. Berbagai metode pembelajaran, seperti
ceramah, diskusi, brainstorming, presentasi kelompok dan lainlain
diterapkan dalam perkuliahan tatap muka tersebut. Bahan belajar cetak
tersedia dalam bentuk buku, diktat, handout dan lainlain.
Para dosen
tersebut juga menggunakan blog (http://tpers.net) sebagai salah satu
media pembelajaran. Mahasiswa diminta menuliskan hasil refleksi
mingguan, hasil kajian, dan lainlain
dengan gaya bahasa masing masing
kedalam blog tersebut. Begitu pula halnya dengan tugas kelompok baik
dalam bentuk makalah maupun bahan presentasi diupload dalam blog
tersebut. Mahasiswa lain diwajibkan membaca tulisan teman mahasiswa
lain dan memberikan komentar (berupa argumentasi, kritik dan saran)
mengenai apa yang telah ditulis kawankawannya.
Disamping itu, para
dosen tersebut melayani komunikasi secara synchronous melalui ”yahoo
messenger” kapan saja dan dimana saja. Mahasiswa boleh bertanya dan
berdiskusi apapun tentang perkuliahan dengan dosen melalui chatting.
Suatu ketika, dalam jam tertentu dosen membuka telekonferensi melalui
yahoo messenger untuk mendiskusikan topik perkuliahan yang tidak
sempat dibahas dalam tatap muka. Bahkan secara asynchronous, dosen
juga menerima dan mengirim informasi melalui email
dan mengirim
informasi atau tugas secara serentak melalui milinglist (yahoogroups).
Kisah di atas adalah salah satu bentuk penerapan “elearning”
atau lebih
tepatnya disebut dengan “hybrid/blended learning”, yaitu kombinasi antara
“facetoface”
dengan “online learning” yang sedang diterapkan oleh kami di
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.
Kisah #2:
Seorang guru Bahasa Inggris SMA Negeri 1 Jakarta, Bapak Amani
Nawawi, agar siswanya mampu menulis monolog “aspect of love” dalam
bentuk puisi, ia meminta siswanya secara individu membuka
http://iearn.org. Siswa kemudian diminta untuk memilih salah satu proyek
membuat puisi terkait dengan “aspek kasih sayang” tersebut dan
mengikuti prosedur yang disarankan. Siswa menulis puisi secara kreatif
dalam bentuk MS Word atau MS Powerpoint dan kemudian mengirimkan
puisinya ke http://iearn.org untuk mendapatkan umpan balik dari siswa
lain di seluruh dunia. Hasil kerja, plus umpan balik dari siswa lain di
seluruh dunia merupakan bagian portfolio siswa tersebut sebagai bahan
penilaian oleh Pak Amani Nawawi.
Ini adalah kisah bagaimana mengintegrasikan TIK dalam proses pembelajaran
Bahasa Inggris. Sambil belajar Bahasa Inggris, “ICT literacy” siswa juga ikut
terlatih.
Kisah #3:
SMA Negeri 1 Semarang, SMA Negeri 1 Kepanjen, dan SMA Negeri 1
Ciawi, memasang Local Area Network yang menghubungkan beberapa
komputer (antara 20 – 80 komputer) di sekolah tersebut. Mereka
memanfaatkan aplikasi elearning
(moodle) sebagai mesin elearning
yang diterapkan disekolah tersebut. Beberapa guru mata pelajaran yang
telah menguasai TIK membuat bahan ajar, tes serta penugasanpenugasan
melalui aplikasi elearning
tersebut. Untuk mempermudah
siswa memperoleh akses, di beberapa titik dipasang ”hot spot”,
sehingga bisa diakses kapan saja.
Walaupun penerapannya mungkin masih jauh dari harapan, kisah ini
menunjukkan usaha sekolah untuk tidak hanya menjadikan lab komputer
sebagai tempat belajar mata pelajaran TIK. Tapi, menjadikan teknologi tersebut
sebagai sarana untuk proses pembelajaran itu sendiri.
Kisah #4:
Universitas Terbuka, Fakultas Ilmu Komputer UI, dan Fakultas Ilmu
Pengetahuan Alam UGM, menerapkan elearning
dengan menggunakan
”open source learning management system” moodle. Ketiganya adalah
pemenang ”eLearning
Award 2007” untuk kategori institusi pendidikan.
Ketiga universitas tersebut menerapkan perkuliahan yang tidak hanya
konvensional (tatap muka) tapi juga ditunjang dengan perkuliahan maya.
Walapun efektifitas dan pengaruh (dampak)nya
belum dievaluasi secara lebih
jauh, tapi kisahkisah
diatas dapat dikatakan sebagai modelmodel
pendidikan
masa depan. Yaitu inisiatifinisiatif
penerapan elearning
yang sedang terjadi di
negeri kita ini. Inisiatifinisiatif
seperti dikisahkan di atas mungkin juga telah ada
dan dilakukan di berbagai tempat lain di Indonesia.
PEMANFAATAN ICT UNTUK PEMBELAJARAN
Seperti apakah yang dimaksud dengan elearning
(pemanfaatan TIK dalam
pembelajaran) yang sesungguhnya? UNESCO, 2002, mengilustrasikan apa yang
dimaksud dengan pemanfaatan TIK untuk pembelajaran (elearning)
dengan
dua ungkapan ”berbeda tapi juga tidak sama” berikut:
”LEARNING TO USE ICT” VS ”USING ICT TO LEARN”
Kalau mau jujur, pemanfaatan TIK yang terjadi saat ini masih dalam level
“learning to use ICT”. Kita masih berfokus pada menjadikan ICT sebagai obyek
yang dipelajari. Artinya, dalam konteks sekolah, ICT masih menjadi mata
pelajaran. Empat kisah nyata yang dipaparkan di atas sesungguhnya adalah
contoh model penerapan elearning
yang sesungguhnya, yaitu “using ICt to
learn”.
Sebagai bahan refleksi untuk mengukur sudah sejauh mana kita dalam
memanfaatkan TIK untuk pembelajaran, alangkah baiknya kita telaah level
pemanfaatan TIK untuk pembelajaran menurut UNESCO. UNESCO
mengkategorikan pemanfaatan ICT untuk pembelajaran di sekolah ke dalam
empat level seperti digambarkan sebagai berikut:
Tahap emerging, artinya baru menyadari akan pentingnya TIK untuk
pembelajaran dan belum berupaya untuk menerapkannya. Tahap applying, satu
langkah lebih maju dimana TIK telah dijadikan sebagai obyek untuk dipelajari
(learning to use ICT). Pada tahap integrating, TIK telah diintegrasikan ke dalam
kurikulum (pembelajaran). Tahap transforming merupakan tahap yang paling
ideal dimana TIK telah menjadi katalis bagi perubahan/evolusi pendidikan. TIK
diaplikasikan secara penuh baik untuk proses pembelajaran (instructional
purpose) maupun untuk administrasi (administrative purpose).
Silakan refleksikan pada diri sendiri, pada level manakah posisi kita saat ini?
Yang jelas, menurut hemat penulis, kisahkisah
nyata di atas adalah contoh
pemanfaatan TIK untuk pembelajaran pada level 3 (integrating). Contoh model
level 4 (transforming), sepengetahuan penulis, Fakultas Ilmu Pendidikan
EMERGING APPLYING INTEGRATING TRANSFORMING
Learning to Use ICT Using ICT to Learn
Nanyang Technological Institute (NTU) di Singapura sedang mengembangkan
School of the Future, yang sudah mulai di cobakan di beberapa sekolah, seperti
Crescent School, dll. Sejauh ini, penulis belum melihat model level 4 di
Indonesia.
Mengapa ”using ICT to learn” atau level integrating dan transforming yang
seharusnya menjadi fokus perhatian dalam penerapan TIK untuk pembelajaran?
Tantangan pendidikan abad 21, menurut PBB adalah membangun masyarakat
berpengetahuan (knowledgebased
sociiety) yang memiliki (1) ICT and media
literacy skills, (2) critical thinking skills, (3) problemsolving
skills, dan (4)
collaborative skills. Keempat karakteristik masyarakat abad 21 menurut PBB
tersebut dapat dibangun melalui pemanfaatan TIK untuk pendidikan pada level 4
dan 4. Bukan berarti level 1 dan 2 tidak diperlukan.
PERAN TIK DALAM PEMBELAJARAN:
Penerapan Yang Seharusnya Vs Penerapan yang Kurang Tepat
“Technology is a tool. A Means to the end. Not the end in itself (anonymous).”
Dalam konteks pendidikan, sesungguhnya peran TIK adalah sebagai “enabler”
atau alat untuk memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien serta menyenangkan. TIK adalah sarana untuk mencapai tujuan, bukan
tujuan itu sendiri.
Dengan demikian, bila dilihat dari sisi peran TIK bagi guru, maka eLearning
yang sesungguhnya adalah pemanfaatan TIK secara relevan dan tepat oleh guru
untuk memungkinkan dirinya:
menjadi fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih, pengarah dan teman
belajar.
dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar kepada siswa
untuk mengalami peristiwa belajar.
Jika, pemanfaatan TIK oleh guru bertujuan hanya untuk mempermudah dirinya
menyampaikan materi, dimana ia sebagai satusatunya
sumber informasi dan
sumber segala jawaban, maka empat keterampilan masyarakat abad 21 yang
dicanangkan PBB di atas tidak akan berhasil. (adaptasi dari Division of Higher
Education, UNESCO, 2002)
Sementara itu, bila dilihat dari sisi peran TIK bagi siswa, maka eLearning
yang
sesungguhnya adalah pemanfaatan TIK secara relevan dan tepat oleh guru
untuk memungkinkan siswa:
menjadi partisipan aktif. Jika pemanfaatan TIK dalam pembelajaran masih
membuat siswa tetap pasif, seperti guru mengajar dengan menggunakan
slide presentasi dimana yang masih dominan adalah dirinya, maka siasialah
teknologi tersebut digunakan.
menghasilkan dan berbagi (sharing) pengetahuan/keterampilan serta
berpartisipasi sebanyak mungkin sebagaimana layaknya seorang ahli.
belajar secara kolaboratif dengan siswa lain.
Jika pemanfaatan TIK dalam pembelajaran masih membuat siswa tetap pasif,
mereproduksi pengetahuan (sekedar menghafal), seperti guru mengajar dengan
menggunakan slide presentasi dimana yang masih dominan adalah dirinya,
maka siasialah
teknologi tersebut digunakan. Percayalah, siswasiswi
kita nanti
hanya akan memiliki ”PENGETAHUAN TENTANG” bukan KEMAMPUAN
UNTUK”. (adaptasi dari Division of Higher Education, UNESCO, 2002)
Jadi, secara teoretis, eLearning
yang sesungguhnya adalah pemanfaatan TIK
yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang:
Aktif; memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses
belajar yang menarik dan bermakna.
Konstruktif; memungkinkan siswa dapat menggabungkan ideide
baru
kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami
makna atau keinginan tahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam
benaknya.
Kolaboratif; memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas
yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman,
menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.
Antusiastik; memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias
berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dialogis; memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu
proses sosial dan dialogis dimana siswa memperoleh keuntungan dari
proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.
Kontekstual; memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar
yang bermakna (realworld)
melalui pendekatan ”problembased
atau
casebased
learning”
Reflektif; memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari
serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari
proses belajar itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al
(2001)).
Multisensory; memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk
berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun
kinestetik (dePorter et al, 2000).
High order thinking skills training; memungkinkan untuk melatih
kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan
keputusan, dll.) serta secara tidak langsung juga meningkatkan ”ICT &
media literacy” (Fryer, 2001).
BAGAIMANA MENDORONG PENINGKATAN PEMANFAATAN TIK UNTUK
PEMBELAJARAN DI SEKOLAH?
Pertanyaan ini mudah dijawab, sekaligus juga menantang untuk kita laksanakan
sesuai dengan anjuran Aa Gym, mulai dari hal yang mudah, mulai saat ini, mulai
dari diri sendiri. Mengapa? Karena kunci utama dibalik semua usaha yang
dipaparkan di atas, salah satunya adalah guru. Bagaimana caranya, mari kita
lihat rekomendasi berikut.
Dari sisi pendekatan, Fryer (2001) menyarankan dua pendekatan yang dapat
dilakukan guru dalam menerapkan eLearning
yang sesungguhnya seperti
dijelaskan di atas, yaitu: 1) pendekatan topik (themecentered
approach); dan 2)
pendekatan software (softwarecentered
approach).
Pendekatan Topik (ThemeCentered
Approach)
Pada pendekatan ini, topik atau satuan pembelajaran dijadikan sebagai acuan.
Secara sederhana langkah yang dilakukan adalah: 1) menentukan topik; 2)
menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; dan 3) menentukan aktifitas
pembelajaran dengan memanfaatkan TIK (seperti modul, LKS, program audio,
VCD/DVD, CDROM,
bahan belajar online
di internet, atau alat komunikasi
sinkronous dan asinkronous lainnya) yang relevan untuk mencapai tujuan
pembelajaran tersebut.
Pendekatan Software (Softwarecentered
Approach)
Pendekatan ini menganut langkah yang sebaliknya. Langkah pertama dimulai
dengan mengidentifikasi TIK (seperti buku, modul, LKS, program audio,
VCD/DVD, CDROM,
bahan belajar online
di internet, atau alat komunikasi
sinkronous dan asinkronous lainnya) yang ada atau mungkin bisa dilakukan atau
digunakan. Kemudian, dengan kondisi TIK yang ada seperti tersebut, guru
merencanakan strategi pembelajaran yang relevan untuk suatu topik pelajaran
tertentu. Sebagai contoh, karena di sekolah memiliki VCD tentang penciptaan
alam semesta, terdapat buku yang menjelaskan teori penciptaan alam semesta,
para siswa telah memiliki akun email
dan menguasai komputer dan internet
dasar, maka guru membuat rencana pembelajaran seperti digambarkan dalam
tabel berikut:
Topik Tujuan Aktifitas Pembelajaran dan TIK yg
Digunakan
Penciptaan
Alam
Semesta
Siswa akan
mampu:
- Menjelaskan
teori
penciptaan
alam semesta
- Membandingk
an antar teoriteori
penciptaan
alam semesta
- Siswa menonton video pembelajaran
tentang penciptaan alam semesta
- Disediakan buku tentang penciptaan alam
semesta, siswa secara kelompok mengkaji
perbedaan antar teori-teori penciptaan
alam semesta.
- Setiap kelompok menuliskan laporannya
dengan menggunakan pengolah kata
(misal MS Word) atau menggunakan media
presentasi (seperti MS PowerPoint).
- Setiap kelompok mengumpulkan hasilnya
via e-mail kepada guru dan siswa lain.
- Setiap kelompok menyajikan dan
mendiskusikannya di depan kelas dengan
memanfaatkan pengolah kata atau
pengolah grafik presentasi.
Sedangkan dari sisi strategi pembelajaran, ada beberapa metode yang
disarankan untuk membangun keterampilan masyarakat abad 21 dengan
memanfaatkan TIK sebagai pendukungynya. Beberapa metode tersebut adalah
sebagai berikut:
Resourcesbased
learning memiliki karakteristik dimana siswa
diberikan/disediakan berbagai ragam dan jenis bahan belajar baik cetak
(buku, modul, LKS, dll) maupun non cetak (CD/DVD, CDROM,
bahan
belajar online) atau sumber belajar lain (orang, alat, dll) yang relevan untuk
mencapai suatu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kemudain siswa
diberikan tugas untuk melakukan aktifitas belajar tertentu dimana semua
sumber belajar yang mereka butuhkan telah disediakan. Sebagai contoh,
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah siswa dapat
membandingkan beberapa teori penciptaan alam semesta. Untuk dapat
mencapai tujuan pembelajaran tersebut, guru telah mengidentifikasi dan
menyiapkan berbagai bentuk dan jenis sumber belajar yang berisi informasi
tentang teori penciptaan alam semesta berupa buku, VCD, CDROM,
alamat situs di internet dan mungkin seorang narasumber ahli astronomi
yang diundang khusus ke kelas. Kemudian siswa ditugaskan untuk mencari
minimal dua teori tentang penciptaan alam semesta secara individu atau
kelompok baik dari buku, VCD, maupun internet sesuai dengan seleranya.
Siswa juga diminta untuk menganalisis perbedaan dari berbagai segi
tentang teoriteori
tersebut dan membuat laporannya dalam MSWord yang
kemudian dikirim ke guru dan teman lainnya melalui email.
Case/problembased
learning; Casebased
learning memiliki
karakteristik dimana siswa diberikan suatu permasalahan terstruktur untuk
dipecahkan. Dengan casebased
learning solusi pemecahan masalahnya
sudah tertentu karena skenario sudah dibuat dengan jelas. Tapi, dalam
problembased
learning kemungkinan solusi pemecahan masalahnya
akan berbeda. Misal, dua orang siswa diberikan satu permasalahan
dengan pendekatan problembased
learning. Maka solusi yang diberikan
oleh siswa yang satu dengan siswa yang lain mungkin berbeda.
Simulationbased
learning memiliki karakteristik dimana siswa diminta
untuk mengalami suatu peristiwa yang sedang dipelajarinya. Sebagai
contoh, siswa diharapkan dapat membedakan perubahan percampuran
warnawarna
dasar. Maka, melalui suatu software tertentu (misal virtual lab)
siswa dapat melakukan berbagai percampuran warna dan melihat
perubahanperubahannya.
Dan ia dapat mencatat laporannya dalam bentuk
tabel dengan menggunakan MSExcell atau MSWord. Atau kalau perlu
mempresentasikan hasilnya dengan menggunakan MSPowerpoint.
Colaborativebased
learning memiliki karakteristik dimana siswa dibagi
kedalam beberapa kelompok, secara kolaboratif melakukan tugas yang
berbeda untuk menghasilkan satu tujuan yang sama. Sebagai contoh, untuk
mencapai tujuan pembelajaran dimana siswa dapat membedakan beberapa
teori penciptaan alam semesta, siswa dibagi ke dalam tiga kelompok.
Masingmasing
kelompok ditugas kan mencari satu teori penciptaan alam
semesta. Kemudian ketiga kelompok tersebut berkumpul kembali untuk
mendiskusikan perbedaan teori tersebut dari berbagai segi dan membuat
laporannya secara kolektif. Salah seorang siswa dapat ditunjuk untuk
menyajikan hasilnya. (sumber diadaptasi dari: http://www.microlessons
.com).
KESIMPULAN
1. Tantangan pendidikan abad 21 menurut PBB adalah membangun
masyarakat berpengetahuan yang memiliki: (a) ICT & media literacy; (b)
kemampuan berpikir kritis; (c) kemampuan memecahkan masalah; dan (d)
kemampuan berkolaborasi.
2. TIK, jika diterapkan dengan tepat, memiliki potensi yang luar biasa sebagai
”enabler” terjadinya proses pembelajaran yang dapat membangun
masyarakat berbasis pengetahuan.
3. eLearning
yang sesungguhnya adalah pemanfaatan TIK yang relevan
sehingga memungkinkan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa,
dimana guru lebih berperan sebagai fasilitator, mentor, pelatih dan teman
belajar dan siswa lebih berperan sebagai partisipan aktif, penghasil
pengetahuan, pemecah masalah, serta berbagi pengetahuan sebagaimana
layaknya seorang ahli/pakar. Tujuannya adalah membangun masyarakat
abad 21 seperti dijelaskan di atas.
4. Dalam konteks pembelajaran di kelas, ada dua pendekatan yang dapat
digunakan oleh guru untuk mendorong terjadinya proses pembelajaran yang
berpusat pada siswa (studentcenter)
dengan mengintegrasikan TIK
didalamnya. Pendekatan tersebut adalah pendekatan tema (themecentered
approach) dan pendekatan software (softwarecentered
approach).
5. Dari sisi strategi pembelajaran, beberapa metode yang disarankan untuk
membangun masyarakat berbasis pengetahuan adalah resourcesbased
learning, case/problem based learning, simulationbased
learning, dan
collaborativebased
learning.
Apapun teknologinya, tujuan utamanya adalah terjadinya “studentcentered
learning”. Peristiwa belajar terjadi kapan saja dan dimana saja
ketika siswa mengalami (melihat, mendengar, mencium, merasa, dan
melakukan) sesuatu. eLearning
adalah cara untuk membantu
mewujudkannya. – Uwes A. Chaeruman, 2008 –
Referensi:
Dryden, Gordon; dan Voss, Jeanette; (1999), ”the Learning Revolution:
to Change the Way the World Learn”, the Learning Web, Torrence,
USA, http://www.thelearningweb.net.
Fryer, Wesley A.; (2001), “Strategy for effective Elementary
Technology Integration”,
http://www.wtvi.com/teks/integrate/tcea2001/powerpointoutline.pd
f
NIE, Singapore, “General Typology of Teaching Strategies in Integrated
Learning System”, http://www.microlessons.com.
Norton, Priscilla; dan Spargue, Debra; (2001), “Technology for
Teaching”, Allyn and Bacon, Boston, USA.
UNESCO Institute for Information Technologies in Education (2002),
“Toward Policies for Integrating ICTs into Education”, Hig-Level
Seminar for Decision Makers and Policy-Makers, Moscow.
UNESCO (2002), ” Information and Communication Technologies in
Teacher Education: a Planning Guide”, Division of Higher
Education,
http://fakultasluarkampus.net/wp-content/uploads/2008/12/pemanfaatan_teknologi_dalam_pembelajaran.pdf
Uwes A. Chaeruman2
(http://fakultasluarkampus.net)
“Dalam era global saat ini, adalah pendidikan, bukan lokasi
apalagi keturunan, yang menentukan standar/kualitas hidup”
-Albert Hoser, CEO of Siemens- http://www.wtvi.com/teks/tia
“Teknologi hanyalah alat. Sarana untuk mencapai tujuan.
Bukan tujuan itu sendiri”
”http://www.wtvi.com/teks/integrate/tcea2001/powerpointoutlin
e.pdf
PENDAHULUAN
Dewasa ini, kita hidup dalam era teknologi komunikasi dan informasi instan.
(Dryden & Voss, 1999). Perkembangan teknologi informasi telah mengubah
berbagai aspek kehidupan manusia, tak terkecuali dalam pendidikan. Dalam era
informasi dewasa ini, kita mengenal istilah ebanking
untuk penerapan ICT
dalam perbankan, ecommerce
untuk penerapan ICT dalam perdagangan, , dan
lainlain.
Termasuk kita mengenal pula istilah elearning
sebagai bentuk
penerapan ICT dalam pembelajaran.
Tantangan pendidikan abad 21 adalah membangun masyarakat berpengetahuan
(knowledgebased
society). Untuk membangun hal tersebut, elearning
memainkan peranan yang sangat penting. Seperti apa penerapan elearning
di
sekolah saat ini? Bagaimanakah elearning
sebaiknya diterapkan dalam
pendidikan (di sekolah/kampus)? Dua fokus permasalahan inilah yang ingin
penulis kaji dan bagi dalam makalah ini.
Sebelum membahas lebih jauh, penulis ingin menegaskan disini bahwa yang
dimaksud dengan elearning
adalah pembelajaran yang memanfaatkan atau
menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. Elearning
itu sendiri
adalah suatu terminologi yang memiliki spektrum yang luas dan para ahli
mendefinisikannya secara bervariasi, bahkan istilah elearning
dengan online
1 Makalah yang disampaikan dalam Seminar Pendidikan, STKIP, Serang, Banten 29 Desember
2008.
2 Dosen Luar Biasa, Prog. Studi Teknologi Pendidikan UNJ. Dosen Program Pascasarjana Prodi
Teknoogi Pendidikan Universitas Islam Assyafi’iyah Jakarta. Staf Bidang Teknologi Informasi,
Pusat Teknologi Infromasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom), Depdiknas
learning juga sering dtumpang tindihkan. Oleh karena itu, dalam konteks
makalah ini, penulis menggunakan pengertian sendiri yang bersifat lebih umum
seperti disebutkan di atas. Kedua, penulis ingin memfokuskan bahasan pada
penerapan eLearning
oleh guru di sekolah. Banyak variabel yang
mempengaruhi penerapan eLearning,
salah satunya adalah guru.
KISAH NYATA
Seperti apa penerapan elearning
di sekolah/kampus yang terjadi saat ini? Mari
kita awali dengan melihat sekilas tentang beberapa “true stories” berikut ini:
Kisah #1:
Lima orang dosen, seperti biasa memberikan perkuliahan tatap muka
sesuai jadwal mingguan. Berbagai metode pembelajaran, seperti
ceramah, diskusi, brainstorming, presentasi kelompok dan lainlain
diterapkan dalam perkuliahan tatap muka tersebut. Bahan belajar cetak
tersedia dalam bentuk buku, diktat, handout dan lainlain.
Para dosen
tersebut juga menggunakan blog (http://tpers.net) sebagai salah satu
media pembelajaran. Mahasiswa diminta menuliskan hasil refleksi
mingguan, hasil kajian, dan lainlain
dengan gaya bahasa masing masing
kedalam blog tersebut. Begitu pula halnya dengan tugas kelompok baik
dalam bentuk makalah maupun bahan presentasi diupload dalam blog
tersebut. Mahasiswa lain diwajibkan membaca tulisan teman mahasiswa
lain dan memberikan komentar (berupa argumentasi, kritik dan saran)
mengenai apa yang telah ditulis kawankawannya.
Disamping itu, para
dosen tersebut melayani komunikasi secara synchronous melalui ”yahoo
messenger” kapan saja dan dimana saja. Mahasiswa boleh bertanya dan
berdiskusi apapun tentang perkuliahan dengan dosen melalui chatting.
Suatu ketika, dalam jam tertentu dosen membuka telekonferensi melalui
yahoo messenger untuk mendiskusikan topik perkuliahan yang tidak
sempat dibahas dalam tatap muka. Bahkan secara asynchronous, dosen
juga menerima dan mengirim informasi melalui email
dan mengirim
informasi atau tugas secara serentak melalui milinglist (yahoogroups).
Kisah di atas adalah salah satu bentuk penerapan “elearning”
atau lebih
tepatnya disebut dengan “hybrid/blended learning”, yaitu kombinasi antara
“facetoface”
dengan “online learning” yang sedang diterapkan oleh kami di
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.
Kisah #2:
Seorang guru Bahasa Inggris SMA Negeri 1 Jakarta, Bapak Amani
Nawawi, agar siswanya mampu menulis monolog “aspect of love” dalam
bentuk puisi, ia meminta siswanya secara individu membuka
http://iearn.org. Siswa kemudian diminta untuk memilih salah satu proyek
membuat puisi terkait dengan “aspek kasih sayang” tersebut dan
mengikuti prosedur yang disarankan. Siswa menulis puisi secara kreatif
dalam bentuk MS Word atau MS Powerpoint dan kemudian mengirimkan
puisinya ke http://iearn.org untuk mendapatkan umpan balik dari siswa
lain di seluruh dunia. Hasil kerja, plus umpan balik dari siswa lain di
seluruh dunia merupakan bagian portfolio siswa tersebut sebagai bahan
penilaian oleh Pak Amani Nawawi.
Ini adalah kisah bagaimana mengintegrasikan TIK dalam proses pembelajaran
Bahasa Inggris. Sambil belajar Bahasa Inggris, “ICT literacy” siswa juga ikut
terlatih.
Kisah #3:
SMA Negeri 1 Semarang, SMA Negeri 1 Kepanjen, dan SMA Negeri 1
Ciawi, memasang Local Area Network yang menghubungkan beberapa
komputer (antara 20 – 80 komputer) di sekolah tersebut. Mereka
memanfaatkan aplikasi elearning
(moodle) sebagai mesin elearning
yang diterapkan disekolah tersebut. Beberapa guru mata pelajaran yang
telah menguasai TIK membuat bahan ajar, tes serta penugasanpenugasan
melalui aplikasi elearning
tersebut. Untuk mempermudah
siswa memperoleh akses, di beberapa titik dipasang ”hot spot”,
sehingga bisa diakses kapan saja.
Walaupun penerapannya mungkin masih jauh dari harapan, kisah ini
menunjukkan usaha sekolah untuk tidak hanya menjadikan lab komputer
sebagai tempat belajar mata pelajaran TIK. Tapi, menjadikan teknologi tersebut
sebagai sarana untuk proses pembelajaran itu sendiri.
Kisah #4:
Universitas Terbuka, Fakultas Ilmu Komputer UI, dan Fakultas Ilmu
Pengetahuan Alam UGM, menerapkan elearning
dengan menggunakan
”open source learning management system” moodle. Ketiganya adalah
pemenang ”eLearning
Award 2007” untuk kategori institusi pendidikan.
Ketiga universitas tersebut menerapkan perkuliahan yang tidak hanya
konvensional (tatap muka) tapi juga ditunjang dengan perkuliahan maya.
Walapun efektifitas dan pengaruh (dampak)nya
belum dievaluasi secara lebih
jauh, tapi kisahkisah
diatas dapat dikatakan sebagai modelmodel
pendidikan
masa depan. Yaitu inisiatifinisiatif
penerapan elearning
yang sedang terjadi di
negeri kita ini. Inisiatifinisiatif
seperti dikisahkan di atas mungkin juga telah ada
dan dilakukan di berbagai tempat lain di Indonesia.
PEMANFAATAN ICT UNTUK PEMBELAJARAN
Seperti apakah yang dimaksud dengan elearning
(pemanfaatan TIK dalam
pembelajaran) yang sesungguhnya? UNESCO, 2002, mengilustrasikan apa yang
dimaksud dengan pemanfaatan TIK untuk pembelajaran (elearning)
dengan
dua ungkapan ”berbeda tapi juga tidak sama” berikut:
”LEARNING TO USE ICT” VS ”USING ICT TO LEARN”
Kalau mau jujur, pemanfaatan TIK yang terjadi saat ini masih dalam level
“learning to use ICT”. Kita masih berfokus pada menjadikan ICT sebagai obyek
yang dipelajari. Artinya, dalam konteks sekolah, ICT masih menjadi mata
pelajaran. Empat kisah nyata yang dipaparkan di atas sesungguhnya adalah
contoh model penerapan elearning
yang sesungguhnya, yaitu “using ICt to
learn”.
Sebagai bahan refleksi untuk mengukur sudah sejauh mana kita dalam
memanfaatkan TIK untuk pembelajaran, alangkah baiknya kita telaah level
pemanfaatan TIK untuk pembelajaran menurut UNESCO. UNESCO
mengkategorikan pemanfaatan ICT untuk pembelajaran di sekolah ke dalam
empat level seperti digambarkan sebagai berikut:
Tahap emerging, artinya baru menyadari akan pentingnya TIK untuk
pembelajaran dan belum berupaya untuk menerapkannya. Tahap applying, satu
langkah lebih maju dimana TIK telah dijadikan sebagai obyek untuk dipelajari
(learning to use ICT). Pada tahap integrating, TIK telah diintegrasikan ke dalam
kurikulum (pembelajaran). Tahap transforming merupakan tahap yang paling
ideal dimana TIK telah menjadi katalis bagi perubahan/evolusi pendidikan. TIK
diaplikasikan secara penuh baik untuk proses pembelajaran (instructional
purpose) maupun untuk administrasi (administrative purpose).
Silakan refleksikan pada diri sendiri, pada level manakah posisi kita saat ini?
Yang jelas, menurut hemat penulis, kisahkisah
nyata di atas adalah contoh
pemanfaatan TIK untuk pembelajaran pada level 3 (integrating). Contoh model
level 4 (transforming), sepengetahuan penulis, Fakultas Ilmu Pendidikan
EMERGING APPLYING INTEGRATING TRANSFORMING
Learning to Use ICT Using ICT to Learn
Nanyang Technological Institute (NTU) di Singapura sedang mengembangkan
School of the Future, yang sudah mulai di cobakan di beberapa sekolah, seperti
Crescent School, dll. Sejauh ini, penulis belum melihat model level 4 di
Indonesia.
Mengapa ”using ICT to learn” atau level integrating dan transforming yang
seharusnya menjadi fokus perhatian dalam penerapan TIK untuk pembelajaran?
Tantangan pendidikan abad 21, menurut PBB adalah membangun masyarakat
berpengetahuan (knowledgebased
sociiety) yang memiliki (1) ICT and media
literacy skills, (2) critical thinking skills, (3) problemsolving
skills, dan (4)
collaborative skills. Keempat karakteristik masyarakat abad 21 menurut PBB
tersebut dapat dibangun melalui pemanfaatan TIK untuk pendidikan pada level 4
dan 4. Bukan berarti level 1 dan 2 tidak diperlukan.
PERAN TIK DALAM PEMBELAJARAN:
Penerapan Yang Seharusnya Vs Penerapan yang Kurang Tepat
“Technology is a tool. A Means to the end. Not the end in itself (anonymous).”
Dalam konteks pendidikan, sesungguhnya peran TIK adalah sebagai “enabler”
atau alat untuk memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien serta menyenangkan. TIK adalah sarana untuk mencapai tujuan, bukan
tujuan itu sendiri.
Dengan demikian, bila dilihat dari sisi peran TIK bagi guru, maka eLearning
yang sesungguhnya adalah pemanfaatan TIK secara relevan dan tepat oleh guru
untuk memungkinkan dirinya:
menjadi fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih, pengarah dan teman
belajar.
dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar kepada siswa
untuk mengalami peristiwa belajar.
Jika, pemanfaatan TIK oleh guru bertujuan hanya untuk mempermudah dirinya
menyampaikan materi, dimana ia sebagai satusatunya
sumber informasi dan
sumber segala jawaban, maka empat keterampilan masyarakat abad 21 yang
dicanangkan PBB di atas tidak akan berhasil. (adaptasi dari Division of Higher
Education, UNESCO, 2002)
Sementara itu, bila dilihat dari sisi peran TIK bagi siswa, maka eLearning
yang
sesungguhnya adalah pemanfaatan TIK secara relevan dan tepat oleh guru
untuk memungkinkan siswa:
menjadi partisipan aktif. Jika pemanfaatan TIK dalam pembelajaran masih
membuat siswa tetap pasif, seperti guru mengajar dengan menggunakan
slide presentasi dimana yang masih dominan adalah dirinya, maka siasialah
teknologi tersebut digunakan.
menghasilkan dan berbagi (sharing) pengetahuan/keterampilan serta
berpartisipasi sebanyak mungkin sebagaimana layaknya seorang ahli.
belajar secara kolaboratif dengan siswa lain.
Jika pemanfaatan TIK dalam pembelajaran masih membuat siswa tetap pasif,
mereproduksi pengetahuan (sekedar menghafal), seperti guru mengajar dengan
menggunakan slide presentasi dimana yang masih dominan adalah dirinya,
maka siasialah
teknologi tersebut digunakan. Percayalah, siswasiswi
kita nanti
hanya akan memiliki ”PENGETAHUAN TENTANG” bukan KEMAMPUAN
UNTUK”. (adaptasi dari Division of Higher Education, UNESCO, 2002)
Jadi, secara teoretis, eLearning
yang sesungguhnya adalah pemanfaatan TIK
yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang:
Aktif; memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses
belajar yang menarik dan bermakna.
Konstruktif; memungkinkan siswa dapat menggabungkan ideide
baru
kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami
makna atau keinginan tahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam
benaknya.
Kolaboratif; memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas
yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman,
menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.
Antusiastik; memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias
berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dialogis; memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu
proses sosial dan dialogis dimana siswa memperoleh keuntungan dari
proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.
Kontekstual; memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar
yang bermakna (realworld)
melalui pendekatan ”problembased
atau
casebased
learning”
Reflektif; memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari
serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari
proses belajar itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al
(2001)).
Multisensory; memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk
berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun
kinestetik (dePorter et al, 2000).
High order thinking skills training; memungkinkan untuk melatih
kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan
keputusan, dll.) serta secara tidak langsung juga meningkatkan ”ICT &
media literacy” (Fryer, 2001).
BAGAIMANA MENDORONG PENINGKATAN PEMANFAATAN TIK UNTUK
PEMBELAJARAN DI SEKOLAH?
Pertanyaan ini mudah dijawab, sekaligus juga menantang untuk kita laksanakan
sesuai dengan anjuran Aa Gym, mulai dari hal yang mudah, mulai saat ini, mulai
dari diri sendiri. Mengapa? Karena kunci utama dibalik semua usaha yang
dipaparkan di atas, salah satunya adalah guru. Bagaimana caranya, mari kita
lihat rekomendasi berikut.
Dari sisi pendekatan, Fryer (2001) menyarankan dua pendekatan yang dapat
dilakukan guru dalam menerapkan eLearning
yang sesungguhnya seperti
dijelaskan di atas, yaitu: 1) pendekatan topik (themecentered
approach); dan 2)
pendekatan software (softwarecentered
approach).
Pendekatan Topik (ThemeCentered
Approach)
Pada pendekatan ini, topik atau satuan pembelajaran dijadikan sebagai acuan.
Secara sederhana langkah yang dilakukan adalah: 1) menentukan topik; 2)
menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; dan 3) menentukan aktifitas
pembelajaran dengan memanfaatkan TIK (seperti modul, LKS, program audio,
VCD/DVD, CDROM,
bahan belajar online
di internet, atau alat komunikasi
sinkronous dan asinkronous lainnya) yang relevan untuk mencapai tujuan
pembelajaran tersebut.
Pendekatan Software (Softwarecentered
Approach)
Pendekatan ini menganut langkah yang sebaliknya. Langkah pertama dimulai
dengan mengidentifikasi TIK (seperti buku, modul, LKS, program audio,
VCD/DVD, CDROM,
bahan belajar online
di internet, atau alat komunikasi
sinkronous dan asinkronous lainnya) yang ada atau mungkin bisa dilakukan atau
digunakan. Kemudian, dengan kondisi TIK yang ada seperti tersebut, guru
merencanakan strategi pembelajaran yang relevan untuk suatu topik pelajaran
tertentu. Sebagai contoh, karena di sekolah memiliki VCD tentang penciptaan
alam semesta, terdapat buku yang menjelaskan teori penciptaan alam semesta,
para siswa telah memiliki akun email
dan menguasai komputer dan internet
dasar, maka guru membuat rencana pembelajaran seperti digambarkan dalam
tabel berikut:
Topik Tujuan Aktifitas Pembelajaran dan TIK yg
Digunakan
Penciptaan
Alam
Semesta
Siswa akan
mampu:
- Menjelaskan
teori
penciptaan
alam semesta
- Membandingk
an antar teoriteori
penciptaan
alam semesta
- Siswa menonton video pembelajaran
tentang penciptaan alam semesta
- Disediakan buku tentang penciptaan alam
semesta, siswa secara kelompok mengkaji
perbedaan antar teori-teori penciptaan
alam semesta.
- Setiap kelompok menuliskan laporannya
dengan menggunakan pengolah kata
(misal MS Word) atau menggunakan media
presentasi (seperti MS PowerPoint).
- Setiap kelompok mengumpulkan hasilnya
via e-mail kepada guru dan siswa lain.
- Setiap kelompok menyajikan dan
mendiskusikannya di depan kelas dengan
memanfaatkan pengolah kata atau
pengolah grafik presentasi.
Sedangkan dari sisi strategi pembelajaran, ada beberapa metode yang
disarankan untuk membangun keterampilan masyarakat abad 21 dengan
memanfaatkan TIK sebagai pendukungynya. Beberapa metode tersebut adalah
sebagai berikut:
Resourcesbased
learning memiliki karakteristik dimana siswa
diberikan/disediakan berbagai ragam dan jenis bahan belajar baik cetak
(buku, modul, LKS, dll) maupun non cetak (CD/DVD, CDROM,
bahan
belajar online) atau sumber belajar lain (orang, alat, dll) yang relevan untuk
mencapai suatu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kemudain siswa
diberikan tugas untuk melakukan aktifitas belajar tertentu dimana semua
sumber belajar yang mereka butuhkan telah disediakan. Sebagai contoh,
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah siswa dapat
membandingkan beberapa teori penciptaan alam semesta. Untuk dapat
mencapai tujuan pembelajaran tersebut, guru telah mengidentifikasi dan
menyiapkan berbagai bentuk dan jenis sumber belajar yang berisi informasi
tentang teori penciptaan alam semesta berupa buku, VCD, CDROM,
alamat situs di internet dan mungkin seorang narasumber ahli astronomi
yang diundang khusus ke kelas. Kemudian siswa ditugaskan untuk mencari
minimal dua teori tentang penciptaan alam semesta secara individu atau
kelompok baik dari buku, VCD, maupun internet sesuai dengan seleranya.
Siswa juga diminta untuk menganalisis perbedaan dari berbagai segi
tentang teoriteori
tersebut dan membuat laporannya dalam MSWord yang
kemudian dikirim ke guru dan teman lainnya melalui email.
Case/problembased
learning; Casebased
learning memiliki
karakteristik dimana siswa diberikan suatu permasalahan terstruktur untuk
dipecahkan. Dengan casebased
learning solusi pemecahan masalahnya
sudah tertentu karena skenario sudah dibuat dengan jelas. Tapi, dalam
problembased
learning kemungkinan solusi pemecahan masalahnya
akan berbeda. Misal, dua orang siswa diberikan satu permasalahan
dengan pendekatan problembased
learning. Maka solusi yang diberikan
oleh siswa yang satu dengan siswa yang lain mungkin berbeda.
Simulationbased
learning memiliki karakteristik dimana siswa diminta
untuk mengalami suatu peristiwa yang sedang dipelajarinya. Sebagai
contoh, siswa diharapkan dapat membedakan perubahan percampuran
warnawarna
dasar. Maka, melalui suatu software tertentu (misal virtual lab)
siswa dapat melakukan berbagai percampuran warna dan melihat
perubahanperubahannya.
Dan ia dapat mencatat laporannya dalam bentuk
tabel dengan menggunakan MSExcell atau MSWord. Atau kalau perlu
mempresentasikan hasilnya dengan menggunakan MSPowerpoint.
Colaborativebased
learning memiliki karakteristik dimana siswa dibagi
kedalam beberapa kelompok, secara kolaboratif melakukan tugas yang
berbeda untuk menghasilkan satu tujuan yang sama. Sebagai contoh, untuk
mencapai tujuan pembelajaran dimana siswa dapat membedakan beberapa
teori penciptaan alam semesta, siswa dibagi ke dalam tiga kelompok.
Masingmasing
kelompok ditugas kan mencari satu teori penciptaan alam
semesta. Kemudian ketiga kelompok tersebut berkumpul kembali untuk
mendiskusikan perbedaan teori tersebut dari berbagai segi dan membuat
laporannya secara kolektif. Salah seorang siswa dapat ditunjuk untuk
menyajikan hasilnya. (sumber diadaptasi dari: http://www.microlessons
.com).
KESIMPULAN
1. Tantangan pendidikan abad 21 menurut PBB adalah membangun
masyarakat berpengetahuan yang memiliki: (a) ICT & media literacy; (b)
kemampuan berpikir kritis; (c) kemampuan memecahkan masalah; dan (d)
kemampuan berkolaborasi.
2. TIK, jika diterapkan dengan tepat, memiliki potensi yang luar biasa sebagai
”enabler” terjadinya proses pembelajaran yang dapat membangun
masyarakat berbasis pengetahuan.
3. eLearning
yang sesungguhnya adalah pemanfaatan TIK yang relevan
sehingga memungkinkan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa,
dimana guru lebih berperan sebagai fasilitator, mentor, pelatih dan teman
belajar dan siswa lebih berperan sebagai partisipan aktif, penghasil
pengetahuan, pemecah masalah, serta berbagi pengetahuan sebagaimana
layaknya seorang ahli/pakar. Tujuannya adalah membangun masyarakat
abad 21 seperti dijelaskan di atas.
4. Dalam konteks pembelajaran di kelas, ada dua pendekatan yang dapat
digunakan oleh guru untuk mendorong terjadinya proses pembelajaran yang
berpusat pada siswa (studentcenter)
dengan mengintegrasikan TIK
didalamnya. Pendekatan tersebut adalah pendekatan tema (themecentered
approach) dan pendekatan software (softwarecentered
approach).
5. Dari sisi strategi pembelajaran, beberapa metode yang disarankan untuk
membangun masyarakat berbasis pengetahuan adalah resourcesbased
learning, case/problem based learning, simulationbased
learning, dan
collaborativebased
learning.
Apapun teknologinya, tujuan utamanya adalah terjadinya “studentcentered
learning”. Peristiwa belajar terjadi kapan saja dan dimana saja
ketika siswa mengalami (melihat, mendengar, mencium, merasa, dan
melakukan) sesuatu. eLearning
adalah cara untuk membantu
mewujudkannya. – Uwes A. Chaeruman, 2008 –
Referensi:
Dryden, Gordon; dan Voss, Jeanette; (1999), ”the Learning Revolution:
to Change the Way the World Learn”, the Learning Web, Torrence,
USA, http://www.thelearningweb.net.
Fryer, Wesley A.; (2001), “Strategy for effective Elementary
Technology Integration”,
http://www.wtvi.com/teks/integrate/tcea2001/powerpointoutline.pd
f
NIE, Singapore, “General Typology of Teaching Strategies in Integrated
Learning System”, http://www.microlessons.com.
Norton, Priscilla; dan Spargue, Debra; (2001), “Technology for
Teaching”, Allyn and Bacon, Boston, USA.
UNESCO Institute for Information Technologies in Education (2002),
“Toward Policies for Integrating ICTs into Education”, Hig-Level
Seminar for Decision Makers and Policy-Makers, Moscow.
UNESCO (2002), ” Information and Communication Technologies in
Teacher Education: a Planning Guide”, Division of Higher
Education,
http://fakultasluarkampus.net/wp-content/uploads/2008/12/pemanfaatan_teknologi_dalam_pembelajaran.pdf
0 komentar:
Post a Comment